MENU Minggu, 22 Des 2024

Soft Approach Strategi Jitu Satgas Damai Cartenz dalam Upaya Pembebasan Sandera KKB Papua

waktu baca 3 menit
Minggu, 22 Sep 2024 11:28 0 13 Ismaya Rosita

Jakarta – Pilot asal Selandia Baru Philip Mark Mehrtens akhirnya berhasil dibebaskan setelah 1,5 tahun menjadi sandera kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua pimpinan Egianus Kogoya. Mehrtens dibebaskan pada Sabtu (21/9/2024) setelah disandera sejak 7 Februari 2023. Dia diculik di Lapangan Terbang Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.

Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz 2024, Brigjen Faizal Ramadhani mengungkapkan, keberhasilan tim gabungan TNI-Polri dan Satgas Damai Cartenz dalam upaya pembebasan Mehrtens mengedepankan upaya soft approach.

Strategi Soft approach dipilih Satgas Damai Cartenz karena masyarakat Papua adalah masyarakat yang menjunjung tinggi adat dan kekerabatan. Hal tersebut merupakan nilai-nilai utama dari masyarakat Papua, sehingga yang pertama kali perlu dilakukan oleh Satgas adalah mengidentifikasi hubungan relasi kekerabatan KKB.

“Soft approach penting dilakukan untuk meminimalisir korban jiwa dari aparat, masyarakat sipil, dan sekaligus menjaga keselamatan dari Pilot Philip,” kata Brigjen Faizal kepada wartawan, Minggu (22/09).

Ia menjelaskan, dari awal upaya pembebasan berlangsung, Satgas Damai Cartenz sudah melakukan proses identifikasi terhadap KKB pimpinan Egianus Kogoya ini. Satgas melakukan profiling soal hubungan kekerabatan para anggota KKB tersebut dengan para tokoh di Papua.

“Kemudian kami lakukan profiling secara adatnya bagaimana, siapa dia, orang mana, bapaknya dari mana, ibunya dari mana, dan ini penting identifikasi. Sehingga dari situ kami bisa memahami. Sehingga kami bisa mencari siapa sih yang mungkin bisa diajak bicara untuk jadi tim negosiator dengan kelompok Egianus,” jelasnya.

Setelah mengidentifikasi relasi tersebut, pihaknya kemudian memilih sejumlah tokoh untuk melakukan pendekatan soft approach terhadap KKB. Di antara tokoh tersebut adalah Kapolres Timika AKBP I Komang Budiartha yang sempat menjabat sebagai Kapolres Nduga dan dan eks Pj Bupati Nduga Edison Gwijangge. Keduanya dianggap sebagi tokoh yang mampu menjalin relasi dan menjadi negosiator Satgas Damai Cartenz dengan KKB dalam upaya pembebasan Mehrtens.

“Mereka cukup mampu berbaur dengan masyarakat dan diidentifikasi oleh KKB ini cukup bagus nih hubungan-hubungan kekerabatannya,” ujarnya.

Faizal menambahkan, strategi soft approach ini pada dasarnya adalah cara Faizal mempraktikkan disertasinya kala menempuh jenjang Pendidikan doktoral. Dalam disertasi yang berjudul ‘Pemolisian Pada Penanganan Konflik Komunal Dengan Pendekatan Kearifan Lokal’ tersebut, Faizal berkeyakinan kearifan lokal mampu menjadi cara untuk penyelesaian konflik.

“Basic grand theorynya di situ (disertasi). Tapi yang paling utama sebenarnya kalau untuk penyelesaian masalah kita harus fokus dan terjun langsung ke Papua. Kita harus paham karena Papua sangat luas, kemudian satu daerah ke daerah lain itu ternyata banyak suku, banyak bahasa, banyak hal yang tidak bisa serta-merta digeneralisir,” urainya.

Ia berpandangan, saat ini kecenderungannya dalam penyelesaian permasalahan di Papua, banyak pihak selalu menggeneralisir. Jadi kelemahan awalnya itu adalah seringkali menyimpulkan permasalahan Papua dari luar Papua. “Padahal ya harus involve (terlibat langsung) ya di Papua, karena tiap permasalahan di daerah Papua itu spesifik,” ujarnya.

Meski saat ini Philip Mark Mehrtens sudah berhasil dibebaskan, Brigjen Faizal menilai pada prinsipnya Satgas Damai Cartenz tidak bisa berdiri sendiri dalam menyelesaikan seluruh permasalahan di Papua. Pasalnya, Satgas Damai Cartenz ini adalah operasi kepolisian dengan strategi penegakkan hukum, sehingga perlu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan stakeholder lain dalam upaya penyelesaian masalah di Papua.

“Itu sebenarnya sudah dilakukan oleh Damai Cartenz, bukan hanya kita bekerjasama dengan teman-teman TNI atau teman-teman kewilayahan, tapi juga kita bekerjasama dengan pemerintah daerah, kita bekerjasama dengan tokoh adat, tokoh gereja. Karena tidak mungkin bisa sendirian, itu sudah pasti tidak bisa berhasil,” demikian Faizal.[rd]

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA